Senin, 02 Mei 2011

GELAR ADAT DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT MASYARAKAT KOMERING DI GUMAWANG, BELITANG, OGAN KOMERING ULU TIMURGELAR ADAT DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT MASYARAKAT KOMERING DI GUMAWANG, BELITANG, OGAN KOMERING ULU TIMUR

Simbol atau simbolisme memiliki hubungan yang erat dengan manusia dan kebudayaannya. Hubungan ini menyebabkan manusia itu sendiri disebut sebagai animal symbolicum. Bahwa manusia tidak pernah melihat, menemui, dan mengenali dunia secara langsung, tetapi mengenalinya melalui simbol. Kenyataan ini memang tidak dapat dinafikan, karena kebudayaan itu sendiri terdiri dari gagasan, simbol, dan nilai sebagai hasil karya dan perilaku manusia. Salah satu bentuk simbolisme adalah acara pemberian gelar adat. Pemberian gelar adat yang sifatnya terbatas sudah menjadi tradisi masyarakat adat di Sumatera Selatan di luar insitusi budaya Kesultanan Palembang Darussalam. Pemberian gelar adat kepada mempelai pengantin maupun kepada tokoh masyarakat dilakukan oleh Pemangku Adat setempat. Begitu juga bagi masyarakat Ogan Komering Ulu (OKU), pemberian gelar adat kepada kedua mempelai, telah menjadi adat suku-bangsa Komering, Suku Daya (Buay Rawan / Jalma Daya). Termasuk juga suku Lampung, suku Aji, suku Ranau dan sebagian komunitas suku Jawa dalam masyarakat Belitang di OKU Timur.

Tradisi pemberian gelar adat menarik untuk diteliti karena beberapa masalah yang ada di dalamnya. Di antaranya, mengapa pemberian gelar dalam upacara perkawinan masyarakat Komering diberikan kepada semua masyarakat? Bagaimana latar belakang pemberian gelar adat? Bagaimana prosesi perkawinan masyarakat komering? Beberapa masalah di atas, merupakan sesuatu yang unik dan berbeda dengan adat suku-bangsa lain di Indonesia. Penelitian ini mengambil lokasi di Guwang, Belitang, OKU Timur, Sumatera Selatan. Dengan menggunakan teori simbol yang dikemukakan Victor Turner dengan pendekatan etik, yaitu pengkategorian berasal dari peneliti yang mengacu pada konsep-konsep sebelumnya, dan emik, yaitu pengkategorian fenomena menurut warga setempat (pemilik budaya). Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan tiga tehnik yaitu observasi, wawancara mendalam dan penelusuran data sekunder. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisa kualitatif. Karena penelitian ini termasuk dalam penelitian budaya.

Hasil dari penelitian ini adalah pemberian gelar adat/adok ini merupakan warisan kebudayaan Melayu Kuno, terutama warisan kebudayaan Hindu masa Sriwijaya, yang masih dilestarikan hingga sekarang. Tradisi ini dilaksanakan pada saat bujang-gadis dalam masyarakat Komering menginjak dewasa yang ditandai dengan suatu perkawinan. Pada saat itu adalah masa peralihan dari remaja menuju ke dewasa, sehingga patut diberi kehormatan berupa gelar adapt alias adok. Jadi, ini bukan gelar kebangsawanan, dan tidak menunjukkan status sosial seseorang, sebagaimana yang ada dalam tradisi masyarakat Lampung dan keraton di Jawa. Adapun makna pemberian gelar adat/adok ini diharapkan kedua mempelai, sebagai individu-individu dapat berinteraksi dan bersosialisasi serta mengaktualisasikan potensi diri kepada masyarakat dengan tiada rasa canggung sedikitpun., karena telah memiliki status yang sama dengan masyarakat pada umumnya. Perubahan status tersebut telah menegaskan identitas keber-ada-an dirinya sebagai bagian dari masyarakat yang terintegrasi secara utuh. Dengan demikian, memiliki hak dan kewajiban yang sama terhadap lingkungan sosial. Bagi masyarakat, pemberian gelar adat ini bermakna sebagai penghormatan terhadap leluhur, do’a dan harapan, musyawarah dan silaturahmi atau ta’aruf.
Copyrights : Copyright � 2009 by Perpustakaan Digital UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Verbatim copying and distribution of this entire article is permitted by author in any medium, provided this notice is preserved.